Pembangunan sepuluh ruko tiga lantai di Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, sempat menuai kontroversi. Warga setempat menolak proyek tersebut, khawatir lahan yang digunakan merupakan fasilitas umum (fasum). Namun, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara (Pemkot Jakut) memastikan pembangunan tersebut sesuai aturan.
Pemkot Jakut menegaskan bahwa lahan seluas 3.900 meter persegi yang digunakan bukanlah fasum, melainkan milik PT Nusa Persada dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 1.547. Pembangunan ruko pun telah dimulai oleh pengembang.
Klarifikasi Pemkot Jakut atas Pembangunan Ruko di Cilincing
Kepala Bagian Pembangunan Kota dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Utara, Ardan Solihin, menyatakan lahan tersebut telah bersertifikat resmi dan bukan merupakan fasum atau fasilitas sosial (fasos). Ia memastikan pembangunan ruko telah sesuai prosedur dan perizinan yang berlaku.
Pembangunan ruko tiga lantai ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Pengembang juga telah melakukan komunikasi dengan warga yang menolak proyek. Hasilnya, tercapai kesepakatan bahwa lahan tersebut bukan fasum dan pembangunan ruko diizinkan.
Kesepakatan tersebut dituangkan dalam sebuah surat yang ditandatangani oleh 35 warga dan pihak pengembang. Dalam surat tersebut, warga menyatakan tidak keberatan dengan keberadaan ruko dan tidak akan mengajukan tuntutan lebih lanjut.
Riwayat Penolakan Warga terhadap Pembangunan Ruko
Proyek pembangunan ruko ini telah menuai penolakan sejak tahun 2010. Warga setempat, yang sering memanfaatkan lahan tersebut sebagai lapangan dan taman untuk berbagai aktivitas, menolak keras rencana pembangunan ruko.
Aktivitas warga di lahan tersebut meliputi bermain anak, berolahraga, berinteraksi sosial, hingga melaksanakan ibadah salat Idul Fitri dan Idul Adha. Sehingga, penolakan warga terhadap pembangunan ini bukan tanpa alasan.
Salah satu warga, Rully (44), mengungkapkan penolakan warga sejak awal rencana pembangunan pada tahun 2010. Bahkan, sempat terjadi penyegelan oleh Pemkot Jakut, namun izin pembangunan akhirnya tetap dikeluarkan.
Mencari Titik Temu Antara Warga dan Pengembang
Meskipun terdapat penolakan dari warga, Pemkot Jakut bersikeras bahwa pembangunan ruko tersebut legal dan sesuai prosedur. Pihak pengembang juga telah berupaya menjalin komunikasi dengan warga untuk menjelaskan status lahan dan meyakinkan mereka.
Pertemuan antara pengembang dan warga menghasilkan kesepakatan yang mengakhiri konflik. Kesepakatan tersebut menegaskan status lahan dan menjamin tidak adanya tuntutan lebih lanjut dari warga terkait pembangunan ruko.
Proses mediasi antara pengembang dan warga merupakan upaya penting untuk mencapai kesepahaman. Hal ini menunjukkan pentingnya dialog dan komunikasi dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan yang melibatkan kepentingan publik.
Meskipun demikian, kasus ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan keterbukaan pemerintah dalam proses pengambilan keputusan terkait pemanfaatan lahan, terutama yang berkaitan dengan fasilitas umum. Kejelasan informasi dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan sangat diperlukan untuk menghindari konflik serupa di masa mendatang. Proses komunikasi yang intensif dan transparan akan membantu mencegah konflik dan membangun kepercayaan antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat.