Gugatan SK PDIP: Politik di Balik Sengketa Kepengurusan?

Gugatan SK PDIP: Politik di Balik Sengketa Kepengurusan?
Sumber: Kompas.com

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menilai gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) perpanjangan kepengurusan partai di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bermuatan politik. Gugatan tersebut dianggap cacat hukum karena diajukan melewati batas waktu yang ditentukan.

Tim hukum DPP PDI-P menyatakan gugatan ini diajukan jauh setelah batas waktu 90 hari sejak SK diterbitkan. Hal ini melanggar hukum acara PTUN dan seharusnya gugur.

Gugatan Terlambat dan Diduga Bermotif Politik

Anggota tim hukum DPP PDI-P, Johannes Oberlin Tobing, menjelaskan gugatan tersebut diajukan setelah melewati batas waktu 90 hari sejak SK diterbitkan. Menurut Johannes, ini menunjukkan indikasi kuat adanya kepentingan politik.

Ia menilai gugatan ini bukan semata keberatan hukum, melainkan bagian dari agenda politik tertentu yang bertujuan melemahkan partai. Pola serupa pernah terjadi sebelumnya, tambahnya.

Peran Pengacara Anggiat BM Manalu dan Kasus Sebelumnya

Johannes menyoroti peran Anggiat BM Manalu, pengacara para penggugat. Anggiat bukanlah sosok asing dalam sengketa hukum yang melibatkan SK PDI-P.

Anggiat bahkan pernah dilaporkan ke kepolisian karena diduga memberikan informasi menyesatkan dan memanfaatkan kader partai dalam kasus sebelumnya. Kasus tersebut belum juga menunjukkan perkembangan berarti.

Sebelumnya, empat orang yang mengaku kader PDI-P, yakni Pepen Noor, Ungut, Ahmad, dan Endang Indra Saputra, mencabut gugatan mereka setelah mengaku dimanipulasi. Mereka mengaku menerima imbalan Rp 300.000 dan menandatangani dokumen tanpa penjelasan.

Gugatan tersebut, bernomor 311/G/2024/PTUN.JKT dan 316/G/2024/PTUN.JKT, resmi dicabut pada September dan Oktober 2024.

Gugatan Baru dan Tuntutan Penggugat

Gugatan terbaru diajukan Johannes Anthonius Manoppo dan Gogot Kusumo Wibowo, yang juga mengaku sebagai kader PDI-P. Perkara ini terdaftar di PTUN Jakarta dengan nomor 113/G/2025/PTUN.JKT sejak 27 Maret 2025.

Kemenkumham menjadi tergugat, sementara PDI-P sebagai pihak intervensi tergugat. Sidang perdana telah digelar pada 5 Juni 2025, dan kini telah memasuki tahap kedelapan.

Berikut tuntutan para penggugat:

  • Mengabulkan gugatan seluruhnya.
  • Menyatakan batal SK Menkumham Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia DPP PDI-P Masa Bakti 2024–2025.
  • Mewajibkan Menkumham mencabut SK tersebut.
  • Menghukum tergugat membayar biaya perkara.

Johannes menilai gugatan ini janggal karena diajukan pihak yang tidak memiliki keterikatan historis maupun struktural dengan PDI-P. Ia mempertanyakan motif dibalik gugatan tersebut.

Kasus ini terus bergulir dan menjadi sorotan publik, menunjukkan dinamika politik yang kompleks di Indonesia.

Secara keseluruhan, kasus ini menyoroti pentingnya proses hukum yang transparan dan memperhatikan aspek legalitas. Peran pengacara dan motif dibalik gugatan juga menjadi poin penting yang perlu diperhatikan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *