Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, bukanlah sosok yang sejak awal bercita-cita terjun ke dunia politik. Perjalanan kepemimpinannya diwarnai oleh keraguan mendalam dan penolakan atas tawaran untuk memimpin provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia tersebut.
Kisah inspiratif Sherly, yang dulunya ibu rumah tangga, menjadi gambaran bagaimana seorang perempuan mampu mengatasi hambatan budaya dan kepercayaan diri untuk mencapai posisi puncak kepemimpinan. Perjalanan ini dimulai dari keraguan hingga akhirnya ia menerima tanggung jawab besar memimpin Maluku Utara.
Dari Ibu Rumah Tangga hingga Pemimpin Maluku Utara
Sebelum menjadi Gubernur, Sherly Tjoanda fokus mengurus keluarga dan mendukung karier suaminya, Beni Laos. Dunianya berkisar di sekitar rumah dan keluarga.
Kepergian Beni Laos menjadi titik balik yang mengubah seluruh hidupnya. Sherly dihadapkan pada pilihan besar: meneruskan perjuangan almarhum di dunia politik.
Keputusan ini bukan tanpa pergumulan batin. Sherly merasa bertanggung jawab untuk melanjutkan visi dan mimpi suaminya, terutama karena tidak ada tokoh lain yang dianggap mampu menggantikan peran Beni Laos dengan segera.
Menolak Tawaran dan Menghadapi Keraguan
Meskipun ada dorongan kuat untuk meneruskan estafet kepemimpinan, Sherly awalnya menolak tawaran untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Maluku Utara. Alasannya sederhana, namun sarat makna.
Ia melihat Maluku Utara sebagai wilayah yang didominasi laki-laki. Sebagai perempuan, sekaligus bagian dari “triple minorities”, Sherly merasa ragu akan kemampuannya untuk memimpin.
Keraguan ini diperkuat oleh budaya patriarki yang kuat di daerah tersebut. Sherly mengungkapkan keraguannya dengan pertanyaan retoris: “Maluku Utara ini kan sangat laki-laki, ya? Saya seorang perempuan, apa bisa?”
Dukungan dan Keyakinan yang Menguatkan
Meskipun awalnya ragu, dukungan dari berbagai pihak, termasuk partai politik dan masyarakat, akhirnya meluluhkan hati Sherly. Dukungan yang konsisten dan kuat tersebut memberinya keyakinan.
Sherly juga melakukan analisis yang matang, termasuk melihat potensi dukungan dari pemilih perempuan. Analisa tersebut memperkuat keyakinannya untuk maju dan memenangkan pertarungan politik.
Keputusan Sherly untuk maju sebagai gubernur bukan hanya didorong oleh tanggung jawab moral, tetapi juga atas dasar pertimbangan yang rasional dan matang, memperhitungkan faktor budaya, dukungan politik, serta potensi pemilih.
Kisah Sherly Tjoanda menjadi inspirasi bagi perempuan Indonesia, membuktikan bahwa kemampuan kepemimpinan tidak mengenal gender dan hambatan dapat diatasi dengan tekad dan dukungan yang kuat. Perjalanannya dari seorang ibu rumah tangga hingga menjadi pemimpin Maluku Utara merupakan bukti nyata akan kekuatan tekad dan keberanian menghadapi tantangan.
Perjuangan Sherly juga memberikan pesan penting tentang pentingnya peran perempuan dalam kepemimpinan, serta bagaimana dukungan masyarakat dapat menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan, sekalipun dihadapkan pada budaya patriarki yang kuat.





