Bos Rokok Desak Dirjen Bea Cukai Lakukan Ini

Bos Rokok Desak Dirjen Bea Cukai Lakukan Ini
Sumber: Detik.com

Pergantian Dirjen Bea Cukai telah menimbulkan harapan baru bagi industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia. Letjen Djaka Budi Utama menggantikan Askolani yang telah menjabat sejak Maret 2021. GAPPRI, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia, menyambut pergantian ini dengan optimisme.

GAPPRI berharap kepemimpinan baru dapat memberikan solusi bagi tantangan yang dihadapi industri tembakau legal, terutama dalam hal regulasi dan penurunan penerimaan cukai.

Regulasi yang Membebani Industri Kretek

Industri kretek di Indonesia menghadapi lebih dari 500 peraturan fiskal dan non-fiskal. Banyak peraturan dinilai tidak selaras dan cenderung menguntungkan industri asing.

Hal ini berdampak pada penurunan penerimaan cukai tembakau. Pada tahun 2024, penerimaan cukai hanya mencapai 94,1% dari target, yaitu Rp216,9 triliun dari target Rp230,4 triliun. Produksi rokok legal juga mengalami penurunan.

GAPPRI mendesak pemerintah untuk melakukan deregulasi dan menyelaraskan peraturan yang ada. Hal ini penting untuk menciptakan keadilan dan mendukung kemandirian ekonomi nasional.

Dampak Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang pengamanan zat adiktif dinilai mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia. Pasal-pasal tertentu dalam peraturan ini menimbulkan kekhawatiran bagi GAPPRI.

Pembatasan kandungan nikotin dan tar dinilai menyulitkan produsen lokal dan petani tembakau, karena mayoritas tembakau lokal memiliki kadar nikotin tinggi. Aturan mengenai bahan tambahan juga dikhawatirkan menghilangkan ciri khas rokok kretek.

GAPPRI meminta pemerintah meninjau ulang pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam PP 28/2024. Mereka berharap pemerintah mempertimbangkan dampak dari peraturan tersebut terhadap industri kretek dan petani tembakau.

Usulan GAPPRI untuk Kemajuan Industri Tembakau

GAPPRI mengajukan beberapa usulan untuk menjaga keberlangsungan industri tembakau nasional. Salah satunya adalah relaksasi masa pembayaran pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari.

Mereka juga mendesak moratorium kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran rokok hingga 2029. Beban pungutan negara yang mencapai 70%-82% per batang rokok legal dinilai terlalu tinggi.

GAPPRI mengusulkan kebijakan tarif cukai yang lebih inklusif dan berkeadilan. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam Peta Jalan Industri Hasil Tembakau 2026-2029 yang mencakup aspek kesehatan, tenaga kerja, pertanian tembakau, dan peredaran rokok ilegal.

Selain itu, GAPPRI tetap berkomitmen mendukung pemberantasan rokok ilegal. Mereka berharap dapat beraudiensi dengan Dirjen Bea Cukai yang baru untuk membahas solusi yang komprehensif.

GAPPRI menekankan pentingnya dialog terbuka antara pemerintah dan industri untuk mencapai keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan industri tembakau. Mereka berharap dapat berkontribusi pada tujuan nasional dalam menjaga pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan nilai tambah.

Dengan adanya dialog yang kondusif, diharapkan akan tercipta solusi yang berkelanjutan bagi industri tembakau nasional, tanpa mengabaikan aspek kesehatan masyarakat dan penerimaan negara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *