Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menyelidiki dugaan kartel suku bunga di industri pinjaman online (pinjol) yang melibatkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan akan segera digelar untuk mengungkap kebenaran dugaan tersebut.
AFPI membantah keras tuduhan KPPU. Mereka menyatakan tidak ada kesepakatan harga di antara pelaku industri pinjol.
Bantahan AFPI terhadap Tuduhan Kartel Suku Bunga
Sekjen AFPI, Ronald Andi Kasim, menegaskan bahwa kesepakatan suku bunga 0,8% per hari pada periode 2020-2023 bukanlah hasil kongkalikong antar pelaku industri. Keputusan tersebut diambil untuk menanggulangi maraknya pinjol ilegal yang merugikan industri.
Kesepakatan itu juga dihasilkan setelah diskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengingat saat itu belum ada regulasi OJK terkait suku bunga pinjol.
Ronald menjelaskan, para pelaku pinjol tidak pernah berkumpul untuk menetapkan batas maksimal suku bunga secara bersama-sama. Mereka merasa sangat dirugikan oleh praktik pinjol ilegal.
Setiap platform pinjol, menurut Ronald, menetapkan suku bunga secara individual berdasarkan risiko, jenis pinjaman, dan kesepakatan dengan peminjam. Tidak ada paksaan untuk menerapkan suku bunga seragam.
Meskipun demikian, AFPI menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan akan mengikuti proses penyelidikan KPPU.
Dugaan Pelanggaran dan Investigasi KPPU
KPPU menemukan indikasi pengaturan tingkat bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjol anggota AFPI selama periode 2020-2023. Hal ini diduga melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sebanyak 97 penyelenggara pinjol ditetapkan sebagai terlapor. Mereka diduga menetapkan plafon bunga harian tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal AFPI.
KPPU menyelidiki model bisnis, struktur pasar, dan pola keterkaitan antar pelaku pinjol. Mayoritas pinjol di Indonesia menggunakan model Peer-to-Peer (P2P) Lending.
KPPU juga mencatat konsentrasi pasar yang tinggi di industri pinjol, dengan beberapa pemain utama mendominasi. Konsentrasi ini diperkuat dengan adanya afiliasi kepemilikan atau hubungan dengan platform e-commerce.
Proses Hukum dan Potensi Sanksi
Setelah penyelidikan, KPPU memutuskan untuk melanjutkan kasus ini ke Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Sidang ini akan menguji validitas temuan KPPU dan membuka ruang pembuktian lebih lanjut.
Jika terbukti bersalah, para pelaku usaha pinjol terancam sanksi administratif berupa denda hingga 50% dari keuntungan yang diperoleh dari pelanggaran, atau hingga 10% dari penjualan di pasar bersangkutan selama periode pelanggaran.
Kasus ini menjadi sorotan mengingat dampaknya terhadap konsumen dan persaingan sehat di industri pinjol. Hasil sidang akan menentukan arah kebijakan dan pengawasan terhadap industri ini ke depannya.
Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan melindungi konsumen dari praktik-praktik yang merugikan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik terhadap industri pinjol.