Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengeluarkan putusan yang cukup mengejutkan terkait penyelenggaraan Pemilu. Keputusan tersebut memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah, memicu perdebatan dan usulan amandemen UU Pemilu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi salah satu pihak yang merespon putusan MK tersebut. Mereka mengusulkan amandemen terbatas terhadap Undang-Undang Kepemiluan agar dapat menyesuaikan dengan putusan tersebut.
PKB Usul Amandemen Terbatas UU Kepemiluan
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Muhammad Khozin, menyatakan usulan amandemen terbatas ini muncul setelah diskusi internal Komisi II. Menurutnya, amandemen terbatas lebih efektif dan efisien daripada revisi besar-besaran.
Khozin menjelaskan bahwa putusan MK ini berdampak luas, tidak hanya pada UU Pemilu, tetapi juga pada UU Pilkada dan UU Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian yang komprehensif.
Ia juga menyoroti potensi perlunya modifikasi atau Omnibus Law untuk mengakomodasi perubahan akibat putusan MK. Hal ini menunjukkan kompleksitas masalah yang dihadapi pasca putusan MK.
Fraksi PKB Hormati MK, Namun Kritik Cara Kerja
Ketua Fraksi PKB, Jazilul Fawaid, menyatakan Fraksi PKB menghormati kewenangan MK. Namun, ia juga menyoroti peran MK sebagai penjaga konstitusi.
Jazilul berpendapat MK seharusnya fokus pada menjaga konstitusi, bukan ikut mengatur undang-undang dan menciptakan norma baru. Hal ini dianggap sebagai sumber kontroversi.
Ia mempertanyakan banyaknya keputusan MK yang bukan hanya menjaga konstitusi, tetapi juga turut mengatur norma-norma baru. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang batas kewenangan MK.
Pemerintah Bentuk Tim Kajian Putusan MK
Menanggapi putusan MK, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengumumkan pembentukan tim kajian. Tim ini beranggotakan Kemensetneg, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM.
Tim tersebut akan menganalisis putusan MK secara menyeluruh, tidak hanya dari aspek legal formal, tetapi juga dampak teknisnya. Analisis ini akan memakan waktu.
Setelah analisis selesai, tim akan menyampaikan hasilnya kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menentukan langkah selanjutnya. Pemerintah menyatakan akan tetap menghormati keputusan MK.
Meskipun tengah fokus bekerja, pemerintah tetap berkomitmen untuk menganalisis putusan MK secara mendalam. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menghadapi implikasi putusan tersebut.
Mahkamah Konstitusi Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan pemilu nasional dan daerah harus dipisahkan. Pemilu nasional meliputi pemilihan DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden.
Sementara Pemilu Daerah meliputi pemilihan DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota. Jeda waktu antara kedua pemilu tersebut minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun 6 bulan.
MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem. Putusan ini mengubah tafsir Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
MK menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat. Pasal tersebut kini harus ditafsirkan sesuai dengan putusan MK.
Secara keseluruhan, putusan MK ini telah memicu berbagai reaksi dan langkah tindak lanjut, baik dari pihak legislatif maupun eksekutif. Proses selanjutnya akan menentukan bagaimana sistem kepemiluan di Indonesia akan diadaptasi untuk mengakomodasi perubahan yang signifikan ini, dan menjamin pelaksanaan pemilu yang demokratis dan efisien kedepannya.





