Ibrahim Arief Bantah Jadi Stafsus, Hanya Konsultan Nadiem Makarim?

Ibrahim Arief Bantah Jadi Stafsus, Hanya Konsultan Nadiem Makarim?
Sumber: CNNIndonesia.com

Ibrahim Arief, yang diperiksa Kejaksaan Agung selama 13 jam terkait kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek, membantah statusnya sebagai Staf Khusus (Stafsus) Nadiem Makarim. Ia menegaskan hanya bertindak sebagai konsultan teknologi independen.

Kuasa hukum Ibrahim, Indra Sihombing, menyampaikan pernyataan tersebut kepada wartawan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung. “Kami luruskan satu hal dulu. Ini Mas Ibam (Ibrahim), Mas Ibam ini adalah bukan seorang stafsus,” tegas Indra. Pernyataan ini sekaligus membantah dugaan keterlibatan langsung Ibrahim dalam lingkaran kekuasaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurut Indra, Ibrahim ditunjuk bukan oleh Mendikbud Nadiem Makarim secara pribadi, melainkan oleh direktorat di bawah Kemendikbud pada tahun 2020. Perannya terbatas pada pemberian masukan terkait teknologi, khususnya dalam proses pengadaan barang. Ia hanya memberikan saran dan rekomendasi teknis, tanpa ikut serta dalam proses pengadaan itu sendiri.

Indra menjelaskan lebih lanjut, tugas Ibrahim sebatas memberikan evaluasi teknologi. “Beliau konsultan individu yang ditunjuk untuk bekerja, memberikan masukan-masukan terhadap teknologi kementerian,” jelasnya. Masukan tersebut berupa analisis perbandingan antara berbagai pilihan teknologi, termasuk Chromebook dan Windows, dengan memperhitungkan biaya dan sistem yang digunakan.

Dalam kesaksiannya, Ibrahim menekankan bahwa ia hanya memberikan rekomendasi, bukan menentukan pilihan akhir. “Kemudian nanti yang menentukan kementerian sendiri. Jadi beliau ini tidak terlibat dalam sistem pengadaan (Chromebook), bukan. Jadi dia hanya sebagai tim pemberi masukan,” ungkap Indra.

Ia menambahkan bahwa masukan yang diberikan Ibrahim bersifat netral dan objektif, dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing teknologi. “Tidak ada lebih memilih Windows ataupun Chromebook. Hanya beliau memberikan masukan. Kalau menggunakan Chromebook, ada sistem-sistem yang begini, dengan biaya segini. Kalau memilih Windows, ada sistem-sistem yang begini, dengan biaya segini,” jelasnya. Rekomendasi tersebut bisa diterima atau ditolak oleh pihak Kemendikbud.

Kasus dugaan korupsi ini sendiri berfokus pada pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2022. Kejaksaan Agung menemukan indikasi adanya pemufakatan jahat untuk mengarahkan pengadaan alat TIK berupa laptop Chromebook dengan dalih teknologi pendidikan, meskipun uji coba sebelumnya menunjukkan inefektivitas penggunaan Chromebook dalam skala besar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa kajian yang dibuat seolah-olah menunjukkan kebutuhan penggunaan laptop berbasis sistem Chrome, padahal hasil uji coba tahun 2019 menunjukkan sebaliknya. Satu ribu unit Chromebook terbukti tidak efektif untuk sarana pembelajaran.

Pernyataan Ibrahim dan kuasa hukumnya menimbulkan pertanyaan baru terkait peran dan tanggung jawab berbagai pihak dalam proses pengadaan Chromebook tersebut. Apakah hanya Ibrahim yang bertanggung jawab atas masukan teknis yang diberikan? Atau ada pihak lain yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berujung pada dugaan korupsi tersebut? Investigasi Kejaksaan Agung diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat dalam kasus ini.

Kesimpulan: Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek masih terus bergulir. Pernyataan Ibrahim Arief yang membantah statusnya sebagai Stafsus Nadiem Makarim serta perannya sebagai konsultan independen, menambah kompleksitas dan membutuhkan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap kebenaran sesungguhnya. Peran dan tanggung jawab semua pihak yang terlibat perlu diusut tuntas untuk memastikan keadilan dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *