MK Putuskan Pemilu Terpisah? NasDem Waspada Krisis Konstitusional

MK Putuskan Pemilu Terpisah? NasDem Waspada Krisis Konstitusional
Sumber: Liputan6.com

Partai NasDem melontarkan kritik tajam terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemisahan Pemilu nasional dan daerah. Mereka menilai putusan tersebut berpotensi menimbulkan krisis konstitusional dan deadlock konstitusional jika diterapkan. Kekhawatiran ini disampaikan langsung oleh Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat.

Putusan MK ini dinilai NasDem berpotensi melanggar konstitusi. Hal ini dikarenakan adanya pertentangan dengan aturan yang sudah ada dalam UUD 1945. Konsekuensi dari putusan MK tersebut akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

NasDem: Putusan MK Picu Krisis Konstitusional

Lestari Moerdijat menekankan bahwa pelaksanaan putusan MK akan memicu krisis konstitusional, bahkan deadlock konstitusional. Menurutnya, hal ini disebabkan karena putusan tersebut akan berujung pada pelanggaran konstitusi.

Pasal 22E UUD 1945 dengan jelas mengatur bahwa Pemilu untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Putusan MK yang memperbolehkan pemisahan Pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun dianggap bertentangan dengan pasal tersebut.

Jika putusan MK dijalankan, maka Pemilu untuk DPRD akan tertunda. Hal ini mengakibatkan pelanggaran konstitusional karena periode DPRD berakhir tanpa adanya Pemilu untuk memilih penggantinya.

MK Dikritik Mengambil Kewenangan Legislatif

Lestari menilai MK telah memasuki dan mengambil alih kewenangan legislatif. Pembuatan kebijakan hukum (open legal policy) merupakan ranah DPR RI dan Pemerintah (Presiden).

MK dinilai bertindak sebagai negative legislator. Ini bukan kewenangan MK dalam sistem hukum demokratis. Selain itu, metode interpretasi hukum dan konstitusi yang digunakan MK juga dikritik karena tidak melakukan moral reading.

Lebih jauh, Lestari mempertanyakan konsistensi putusan MK. Ia mengingatkan bahwa putusan hakim yang berubah-ubah dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap sistem hukum. Kepastian hukum dan stabilitas sistem hukum sangat penting.

Putusan MK yang Mengabulkan Permohonan Perludem

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Perludem. Perludem mengajukan permohonan terkait pemisahan Pemilu nasional dan daerah.

Putusan tersebut menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai pemungutan suara serentak untuk Pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun.

MK memutuskan Pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden) akan dilakukan terlebih dahulu. Setelahnya, Pemilu daerah (DPRD provinsi/kabupaten/kota, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota) akan dilaksanakan dalam rentang waktu 2 hingga 2,5 tahun setelahnya.

Secara keseluruhan, putusan MK ini menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran akan stabilitas politik dan hukum di Indonesia. Kritik dari Partai NasDem menjadi salah satu suara yang mempertanyakan legalitas dan implikasi dari putusan tersebut terhadap sistem demokrasi Indonesia. Perdebatan dan analisis lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak jangka panjang dari putusan ini bagi penyelenggaraan Pemilu ke depan.

Pos terkait