Partai NasDem secara tegas menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemisahan jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) serentak. Mereka menilai putusan tersebut sebagai tindakan yang merampas kedaulatan rakyat. Pernyataan penolakan ini disampaikan langsung oleh perwakilan partai di Jakarta.
Kritikan keras dilontarkan Partai NasDem terhadap putusan MK. Mereka menganggap keputusan ini sebagai sebuah bentuk pengkhianatan terhadap mandat rakyat.
Pencurian Kedaulatan Rakyat?
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat, menyatakan bahwa MK telah bertindak di luar kewenangannya. Putusan tersebut, menurut Lestari, merupakan bentuk pencurian kedaulatan rakyat.
Lestari menegaskan bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk mengubah norma yang telah tercantum dalam UUD 1945. Ia menekankan bahwa putusan pemisahan pemilu bertentangan dengan konstitusi.
Putusan MK yang Dikritik
Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilu nasional dan daerah akan dipisahkan, dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan. Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden.
Pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta kepala daerah. Keputusan ini diambil setelah MK mengabulkan sebagian permohonan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Penjelasan Putusan MK
MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut dinilai tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
MK selanjutnya menjelaskan bahwa pemungutan suara akan dilakukan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden. Setelah itu, dalam jangka waktu minimal dua tahun atau maksimal dua tahun enam bulan, akan dilakukan pemungutan suara untuk pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta kepala daerah.
Dampak Putusan dan Tindakan MK yang Dipertanyakan
Partai NasDem memperingatkan potensi krisis konstitusional bahkan deadlock constitutional akibat putusan ini. Pelaksanaan putusan MK, menurut mereka, justru akan melanggar konstitusi.
Pasal 22E UUD 1945 secara jelas mengatur pemilu serentak setiap lima tahun sekali. Putusan MK yang memisahkan pemilu, menurut Lestari, berpotensi menimbulkan pelanggaran konstitusional. Mereka juga menilai MK telah bertindak sebagai “legislator negatif”, mengambil alih kewenangan DPR dan pemerintah. Prinsip kepastian hukum, yang seharusnya konsisten, juga dianggap dilanggar.
Lestari Moerdijat menambahkan bahwa MK seharusnya tidak melakukan interpretasi hukum secara sepihak tanpa mempertimbangkan aspek moralitas. Ia menyayangkan MK tidak mempertimbangkan konsekuensi dari putusan tersebut terhadap stabilitas politik dan hukum di Indonesia. Hal ini juga dapat menimbulkan ketidakpastian bagi penyelenggara pemilu dan masyarakat.
Putusan MK ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya ketidakstabilan politik dan hukum di Indonesia. Partai NasDem berharap MK akan mempertimbangkan kembali keputusannya dan mengedepankan asas konstitusionalitas dan kedaulatan rakyat. Ke depan, diperlukan dialog dan diskusi lebih lanjut antar lembaga negara untuk memastikan terselenggaranya Pemilu yang demokratis dan sesuai dengan konstitusi.
