Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tengah menjadi sorotan akibat tingginya angka kasus pencabulan dan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Data UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak NTT menunjukkan angka yang mengkhawatirkan.
Pada tahun 2024, tercatat 398 kasus kekerasan seksual. Angka ini terus meningkat, hingga pekan pertama Mei 2025, sudah tercatat 198 kasus, dengan 32 kasus yang telah ditangani. Rata-rata korban berusia 2-8 tahun, dan kasus tersebar di Pulau Timor, Rote, Sabu, Alor, Sumba, dan Flores.
Kepala Seksi Tindak Lanjut UPTD PPA NTT, Margaritha Mauweni, menggambarkan fenomena ini sebagai gunung es. Ia mengungkapkan bahwa banyak kasus dipicu oleh pelaku yang menonton film porno. “Beberapa kasus yang kami tangani itu rata-rata para pelaku nonton video (porno) setelah itu baru mereka lakukan kekerasan seksual,” ujar Margaritha pada Kamis (12/6).
Data dari Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) NTT semakin memprihatinkan. Mereka mengungkapkan bahwa 75 persen narapidana di NTT merupakan pelaku kejahatan seksual. Kondisi ini telah membuat NTT dinyatakan sebagai provinsi darurat kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak.
Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Asti Laka Lena, dalam rapat dengan Komisi III DPR pada Selasa (20/5) menyatakan, “Fakta 75 persen narapidana di NTT adalah pelaku kejahatan seksual menjadikan NTT sebagai provinsi darurat kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak.” Hingga Maret 2025, tercatat 139 kasus, dengan prediksi kenaikan hingga 600 kasus pada akhir tahun.
Pelaku Berasal dari Berbagai Kalangan
Yang mengkhawatirkan, pelaku berasal dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat biasa hingga aparat penegak hukum. Salah satu kasus yang menyita perhatian publik adalah mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
Fajar dipecat dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan anak setelah Kepolisian Federal Australia (AFP) menemukan dugaan video kekerasan seksual anak yang melibatkannya di situs porno dark web. Ia diduga terlibat dalam kekerasan seksual terhadap tiga anak, IBS (6), WAF (13), dan MAN (16).
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Ikhwan Nul Hakim, mengungkapkan Fajar memanfaatkan relasi kuasa dan tipu daya, serta melibatkan pihak lain. Ia melakukan aksinya berulang selama tujuh bulan (Juni 2024 – Januari 2025), bahkan merekam dan menyebarkan video tersebut ke situs porno dark web.
Kasus lain melibatkan Briptu MR, anggota Satlantas Polresta Kupang, yang melakukan pelecehan seksual terhadap siswi SMK, PGS (17). MR menilang korban dan temannya karena tidak memakai helm, lalu memaksa korban ke ruangan dan melakukan pelecehan. Ia juga memaksa korban untuk berhubungan intim, dan memaksa korban memegang kemaluannya. Akibatnya, MR dipecat dari kepolisian.
Tanggapan Pemerintah dan Lembaga Terkait
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, menyatakan keprihatinan atas maraknya kasus ini dan mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus-kasus tersebut. Ia juga meminta Direktorat PPA PPO Mabes Polri untuk melakukan asistensi penegakan hukum yang mengedepankan keadilan dan pemulihan korban.
Ombudsman perwakilan NTT, Darius Beda Daton, menambahkan bahwa tingginya kasus kekerasan seksual tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana yang memadai dari UPTD PPA. Gedung UPTD PPA kecil dan kekurangan fasilitas seperti mobil ambulans dan mobil operasional.
UPTD PPA memiliki tugas penting, termasuk pelayanan pengaduan, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, pendampingan (kesehatan, hukum), dan layanan pemulihan psikologi. Keterbatasan sarana dan prasarana jelas menghambat pelaksanaan tugas-tugas tersebut.
Kesimpulannya, NTT menghadapi krisis serius dalam hal kekerasan seksual terhadap anak. Dibutuhkan upaya komprehensif dari berbagai pihak, mulai dari penegakan hukum yang tegas, pencegahan melalui edukasi dan sosialisasi, hingga peningkatan layanan dan dukungan bagi korban. Perlu juga evaluasi dan peningkatan kapasitas UPTD PPA agar dapat menjalankan tugasnya secara optimal.