Tragedi di Gaza: Kematian Warga Sipil di Tengah Krisis Kemanusiaan
Sekitar seminggu lalu, Mahmoud Qassem kehilangan putranya, Khader, 19 tahun. Khader dilaporkan tewas saat berupaya mencapai pusat distribusi makanan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), lembaga bantuan yang didukung AS, di wilayah Gaza tengah. Kejadian ini menggambarkan situasi mengerikan yang dialami warga Gaza yang tengah dilanda krisis kemanusiaan akibat blokade Israel dan konflik berkepanjangan.
Keluarga Qassem kini mengungsi di sebuah tenda di Kota Gaza. Qassem menggambarkan keputusasaan saat mencari anaknya setelah kehilangan kontak. Kesedihan mendalam menyelimuti keluarga yang kehilangan anggota keluarganya yang masih muda karena berusaha mendapatkan bantuan makanan.
Kematian Khader dan Perjuangan Warga Gaza untuk Mendapatkan Bantuan
Qassem terakhir kali mendengar kabar dari Khader pukul 11 malam. Khader mengatakan berada di tempat aman, dalam perjalanan ke pusat distribusi Netzarim. Pukul 1 pagi, ponsel Khader sudah tidak aktif. Qassem mulai cemas dan setelah pencarian panjang, ia menemukan jenazah Khader di rumah sakit, dengan luka tembak.
Jenazah Khader ditemukan setelah koordinasi dengan militer Israel. Luka tembak di tubuhnya menunjukkan penyebab kematiannya. Qassem merasa putus asa atas kematian anaknya yang masih muda, yang tewas hanya untuk mendapatkan satu kotak bantuan makanan. Ia menekankan betapa putus asanya warga Gaza demi bertahan hidup.
Krisis Kemanusiaan yang Mengancam Warga Gaza
Krisis kemanusiaan di Gaza semakin parah. Lebih dari 57.000 orang, banyak di antaranya perempuan dan anak-anak, telah tewas sejak Oktober 2023 dalam serangan Israel, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Kondisi ini diperparah oleh blokade Israel yang hampir tiga bulan lamanya.
Makanan dan pasokan bantuan sangat langka. 93 persen penduduk Gaza mengalami kerawanan pangan akut pada Mei lalu. Meskipun PBB telah mengirimkan bantuan dan tiga pusat distribusi baru dibuka oleh GHF, sebuah lembaga bantuan AS-Israel, kelangkaan masih terjadi. Blokade mengakibatkan truk bantuan sering dijarah baik oleh kelompok bersenjata maupun warga sipil.
Tuduhan Penembakan Warga Sipil dan Tanggapan Pihak Berwenang
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 500 orang tewas dalam beberapa pekan terakhir akibat serangan udara dan tembakan Israel. Sebagian besar korban tewas saat menunggu di lokasi distribusi bantuan atau di sekitar truk makanan.
Klaim ini dibantah oleh Kementerian Luar Negeri Israel yang menuduh Hamas menembaki warga sipil sendiri. Israel juga mengklaim Hamas menyebarkan informasi sesat dan rekaman palsu. Namun, laporan dari surat kabar Israel *Haaretz* menyebutkan tentara Israel mendapat izin untuk menembak warga sipil di dekat pusat distribusi makanan, tindakan yang mungkin melanggar hukum internasional.
Pemerintah Israel membantah tuduhan ini. IDF menyatakan tidak ada perintah untuk menembak warga sipil secara sengaja. Meskipun demikian, IDF mengumumkan penyesuaian strategi untuk mengurangi gesekan dengan warga sipil di sekitar pusat distribusi bantuan. GHF sendiri bersikeras bahwa lokasi distribusi mereka aman dan tidak pernah terjadi insiden kekerasan.
Di tengah situasi yang penuh bahaya dan ketidakpastian ini, warga Gaza terus berjuang untuk bertahan hidup. Mereka rela mengambil risiko besar demi mendapatkan bantuan yang sangat dibutuhkan. Kejadian ini menyoroti pentingnya penyelidikan yang transparan dan independen untuk mengungkap kebenaran di balik kematian warga sipil di Gaza. Solusi jangka panjang dibutuhkan untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang terjadi dan memastikan keamanan warga sipil.