Zarof Ricar: Bebaskan, Batalkan Dakwaan & Tuntutan Hukumnya?

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, mengajukan pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Dalam persidangan Selasa lalu, ia membantah seluruh dakwaan jaksa terkait dugaan suap dan gratifikasi. Pleidoi ini menjadi babak penting dalam kasus yang menyeret nama Zarof terkait dugaan suap dalam penanganan perkara kasasi terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, dan dugaan gratifikasi selama bertahun-tahun.

Zarof menyatakan dirinya tidak bersalah dan meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari segala tuntutan. Ia secara tegas membantah semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya, menganggap proses persidangan belum membuktikan keterlibatannya dalam tindakan koruptif.

Bantahan Terhadap Dakwaan Gratifikasi

Salah satu poin penting dalam pleidoi Zarof adalah penolakan terhadap dakwaan gratifikasi yang dituduhkan kepadanya. Jaksa penuntut umum dinilai gagal membuktikan unsur-unsur gratifikasi tersebut di persidangan.

Zarof menekankan bahwa jaksa tidak mampu menunjukkan bukti yang cukup terkait asal-usul, tujuan, jumlah, dan waktu penerimaan dugaan gratifikasi. Saksi-saksi yang dihadirkan juga dianggap tidak memiliki keterkaitan langsung dengan dirinya.

Ia berargumen bahwa kegagalan jaksa dalam membuktikan unsur gratifikasi merupakan dasar yang kuat bagi majelis hakim untuk membebaskannya dari tuntutan tersebut. Ketiadaan bukti yang kuat menjadi inti pembelaannya.

Penolakan Terlibat Suap Kasasi Ronald Tannur

Terkait dakwaan pemufakatan jahat untuk menyuap hakim dalam perkara kasasi Ronald Tannur, Zarof mengakui menerima uang sebesar Rp5 miliar dari Lisa Rachmat, pengacara Tannur. Namun, ia membantah keras menggunakan uang tersebut untuk mempengaruhi hakim.

Zarof menjelaskan perannya hanya sebatas memperkenalkan Lisa Rachmat kepada Rudi Suparmono, Ketua Pengadilan Negeri Surabaya saat itu. Ia menegaskan tidak ikut serta dalam proses hukum Ronald Tannur dan tidak memiliki akses untuk memengaruhi putusan pengadilan.

Ia menekankan ketidaktahuannya tentang proses hukum tersebut hingga putusan dijatuhkan, serta tidak adanya bukti yang menunjukkan dirinya berupaya mempengaruhi hakim agung yang menangani kasus kasasi Ronald Tannur.

Tidak Memiliki Akses dan Wewenang Memengaruhi Pengadilan

Zarof menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki akses dan wewenang untuk mempengaruhi proses pengadilan, baik saat masih menjabat di MA maupun setelah pensiun pada Januari 2022. Ini menjadi bagian penting dari pembelaannya.

Ia menegaskan bahwa tuduhan yang dilayangkan tidak berdasar dan tidak didukung oleh bukti yang cukup kuat. Penekanan pada kurangnya bukti menjadi strategi utama dalam pembelaannya.

Hakim Agung Soesilo, yang menjadi ketua majelis dalam perkara kasasi Ronald Tannur, juga disebut-sebut tidak pernah menerima suap dari Zarof atau melalui perantara. Ketiadaan bukti transaksi dan keterkaitan langsung menjadi inti pembelaan Zarof.

Sebelumnya, Zarof dituntut 20 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan perampasan aset. Dakwaan meliputi pemufakatan jahat untuk menyuap hakim dengan nilai suap Rp5 miliar dan penerimaan gratifikasi senilai Rp915 miliar serta emas 51 kilogram. Ia didakwa melanggar pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sidang lanjutan akan menentukan nasib Zarof Ricar. Putusan majelis hakim akan menjadi penentu apakah pembelaannya dapat diterima atau tidak. Publik menantikan keputusan final dari pengadilan ini.

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Proses persidangan yang berlangsung diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan menjadi pembelajaran bagi sistem hukum Indonesia di masa mendatang. Keberadaan bukti yang kuat dan proses penyidikan yang teliti menjadi kunci utama dalam menegakkan hukum secara adil dan efektif.

Pos terkait