Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, baru-baru ini menegaskan komitmen Kementerian Kebudayaan untuk memastikan proses penulisan sejarah nasional dilakukan secara terbuka, ilmiah, dan inklusif. Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI pada Selasa, 2 Juli 2025.
Fadli Zon menekankan pentingnya keterbukaan dalam penulisan sejarah. Uji publik akan segera dilakukan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak.
Penulisan Sejarah Nasional yang Terbuka dan Inklusif
Menurut Menteri Fadli, penulisan sejarah bukanlah program baru, melainkan kelanjutan dari upaya penyempurnaan narasi sejarah nasional yang sudah usang. Buku sejarah terakhir yang diterbitkan adalah pada era Presiden Habibie, 26 tahun yang lalu.
Ia menambahkan bahwa penulisan sejarah ini penting sebagai identitas bangsa dan momentum untuk mendidik generasi muda. Hal ini untuk mencegah generasi muda melupakan jati diri di tengah derasnya arus globalisasi.
Penulisan sejarah nasional akan berperspektif Indonesia sentris, memperkuat kepentingan nasional. Contohnya, dalam konteks kolonialisme, fokusnya adalah perjuangan melawan penjajah, bukan lamanya masa penjajahan.
Narasi sejarah juga akan diperkaya dengan temuan arkeologi terbaru. Ini untuk menunjukkan panjangnya sejarah peradaban nusantara, bahkan hingga 1,8 juta tahun lalu.
Klarifikasi Mengenai Penggunaan Diksi “Pemerkosaan Massal”
Menteri Fadli Zon juga memberikan klarifikasi mengenai kontroversi penggunaan diksi “pemerkosaan massal” terkait kerusuhan Mei 1998. Ia menegaskan tidak pernah mengingkari terjadinya kekerasan seksual saat itu.
Namun, ia meragukan penggunaan kata “massal” yang dikaitkan dengan peristiwa terstruktur dan sistematis. Ia membandingkan dengan peristiwa di Nanjing dan Bosnia yang jumlah korbannya jauh lebih besar.
Fadli Zon menekankan bahwa kritikannya terhadap diksi “massal” adalah pendapat pribadi. Hal ini tidak terkait dengan isi penulisan buku sejarah yang sedang digarap.
Ia juga memastikan proses penulisan sejarah bebas dari intervensi. Proses ini melibatkan sejarawan kredibel dan menggunakan data valid.
Penulisan Sejarah dengan Tone Positif dan Pemersatu
Penulisan sejarah ke depan diarahkan untuk memiliki tone positif, menyoroti prestasi Indonesia di kancah internasional. Hal ini untuk meningkatkan rasa bangga dan kepercayaan diri nasional.
Tone positif ini bukan berarti mengabaikan atau mengingkari peristiwa tragis seperti kerusuhan Mei 1998. Peristiwa tersebut tetap akan dicatat dan dibahas secara seimbang.
Menteri Fadli Zon berharap penulisan sejarah ini dapat mempersatukan bangsa. Uji publik segera dilakukan untuk mendapatkan masukan masyarakat.
Rapat kerja juga dihadiri Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, dan pejabat Kementerian Kebudayaan lainnya. Komisi X DPR RI mendesak percepatan uji publik penulisan buku sejarah. Kementerian Kebudayaan telah merencanakan uji publik di berbagai wilayah.
Secara keseluruhan, upaya penulisan ulang sejarah nasional ini menjanjikan pendekatan yang lebih komprehensif dan inklusif. Dengan melibatkan para ahli dan masyarakat luas, diharapkan dihasilkan narasi sejarah yang lebih akurat, obyektif, dan mampu mempersatukan bangsa Indonesia. Komitmen untuk keterbukaan dan penggunaan data yang valid menjadi kunci keberhasilan proyek ini.