Yuki Kato Ungkap Tekanan Pernikahan, Psikolog Beri Jawaban Bijak

Yuki Kato Ungkap Tekanan Pernikahan, Psikolog Beri Jawaban Bijak
Sumber: Kompas.com

Aktris Yuki Kato, yang kini memasuki usia kepala tiga, seringkali dihadapkan pada pertanyaan umum, “Kapan menikah?”. Pertanyaan ini, menurutnya, sering muncul dan menimbulkan pertanyaan balik tentang mengapa hal tersebut dianggap penting. Yuki menegaskan bahwa belum menikah di usia 30-an bukanlah hal yang menyeramkan. Ia memandang pertanyaan ini sebagai sebuah fenomena tekanan sosial yang umum terjadi.

Tekanan tersebut tak hanya dirasakan Yuki Kato. Banyak individu dihadapkan pada ekspektasi sosial untuk menikah di usia tertentu. Hal ini menunjukan betapa pentingnya untuk memahami perspektif yang lebih luas mengenai tujuan hidup.

Tujuan Hidup: Tak Hanya Menikah

Psikolog klinis Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi., menjelaskan bahwa setiap individu memiliki perjalanan hidup dan tujuan yang berbeda-beda. Menikah bukanlah satu-satunya tolak ukur keberhasilan atau kebahagiaan hidup.

Membandingkan diri dengan orang lain hanya akan menghambat pertumbuhan pribadi. Fokuslah pada potensi diri dan tujuan hidup yang ingin dicapai. Jangan menjadikan orang lain sebagai standar keberhasilan. Prioritaskan pencapaian pribadi dan kesejahteraan diri sendiri.

Mengatasi Tekanan Sosial dan Ekspektasi

Tekanan sosial terkait pernikahan seringkali membuat individu merasa tertekan. Pertanyaan “kapan menikah?” sebaiknya tidak dipikirkan secara berlebihan, terutama jika menikah bukan merupakan prioritas saat ini.

Alih-alih terbebani, fokuslah pada hal-hal yang ingin dicapai. Bangun kepercayaan diri dan harga diri yang kuat. Hindari perbandingan dengan orang lain, karena setiap orang memiliki waktu dan perjalanan hidupnya masing-masing.

Membangun Persepsi Diri yang Realistis

Psikolog klinis Melisa, M.Psi., menambahkan bahwa perasaan “tertinggal” seringkali dipengaruhi oleh persepsi pribadi. Penting untuk mempertanyakan ulang standar dan definisi keberhasilan yang telah melekat pada diri sendiri.

Tantang persepsi negatif yang ada. Ubah persepsi tersebut menjadi yang lebih realistis dan sesuai dengan kondisi diri. Kehidupan jauh lebih kompleks dari sekadar menikah atau belum menikah. Kesehatan mental, karier, relasi sosial, dan pengembangan diri juga merupakan aspek penting dalam menjalani hidup yang bermakna.

Kebahagiaan dan keberhasilan hidup tidak hanya diukur dari status pernikahan. Ada banyak aspek lain yang perlu diperhatikan dan dikembangkan. Oleh karena itu, penting untuk fokus pada tujuan hidup pribadi dan menciptakan definisi keberhasilan yang sesuai dengan nilai dan prinsip diri sendiri. Dengan demikian, tekanan sosial mengenai pernikahan dapat dihadapi dengan lebih bijak dan tenang. Jangan biarkan ekspektasi orang lain membayangi perjalanan hidup pribadi.

Pos terkait