Serangan Nuklir Iran: Benarkah Kiamat Chernobyl Kedua?

Serangan Nuklir Iran: Benarkah Kiamat Chernobyl Kedua?
Sumber: Liputan6.com

Serangan terhadap fasilitas nuklir Iran telah menghebohkan dunia. Pemerintah Iran mengkonfirmasi tiga fasilitas nuklir utama, yaitu Fordow, Isfahan, dan Natanz, menjadi sasaran serangan yang diduga melibatkan bom berdaya ledak tinggi. Kejadian ini memicu kekhawatiran akan potensi bencana nuklir serupa Chernobyl atau Fukushima.

Namun, para ahli meyakinkan bahwa dampak serangan ini berbeda dengan bencana nuklir sebelumnya. Mereka menjelaskan perbedaannya dan menepis spekulasi tentang potensi bencana serupa.

Serangan terhadap Fasilitas Pengayaan Uranium Iran

Serangan tersebut menargetkan fasilitas pengayaan uranium, bukan reaktor nuklir aktif. Ini perbedaan krusial yang menentukan tingkat bahaya yang ditimbulkan.

Fasilitas pengayaan uranium di Iran tidak menyimpan limbah radioaktif tingkat tinggi dan tidak dirancang untuk menghasilkan listrik. Oleh karena itu, risiko ledakan atau pelelehan seperti yang terjadi di Chernobyl dapat dikesampingkan.

Risiko Radiasi dan Kimiawi

Meskipun risiko radiasi besar dapat dikesampingkan, bukan berarti tanpa risiko sama sekali.

Uranium yang digunakan dalam fasilitas tersebut memang radioaktif, tetapi memancarkan partikel alfa yang lemah dan tidak dapat menembus kulit manusia. Bahaya utama justru berasal dari potensi paparan kimiawi.

Uranium heksafluorida (UF6), jika terpapar udara dan kelembaban, dapat membentuk senyawa beracun seperti Uranyl Fluoride dan Hydrofluoric Acid. Senyawa ini sangat korosif dan berbahaya jika terhirup.

Namun, Profesor Pete Bryant dari University of Liverpool, ahli perlindungan radiasi, meyakini bahwa bahkan jika terjadi kebocoran internal, kontaminasi kemungkinan akan tetap terlokalisir, khususnya di fasilitas bawah tanah seperti Fordow yang dilindungi lapisan batuan tebal.

Dampak Lingkungan Jangka Panjang

Meskipun risiko radiasi langsung relatif kecil, dampak lingkungan jangka panjang akibat ledakan tetap menjadi perhatian.

Profesor Timothy Mousseau dari University of South Carolina, pakar efek radiasi terhadap ekosistem, menekankan bahwa ledakan besar di situs nuklir berpotensi menimbulkan dampak ekologis yang bertahan hingga ribuan tahun.

Bahan bakar nuklir, baik untuk bom maupun reaktor, bersifat radioaktif dan toksik secara kimia. Sebarannya dapat menyebabkan kontaminasi yang bertahan lama, mengingat paruh waktu peluruhan uranium-235 yang lebih dari 700 juta tahun dan plutonium-239 sekitar 24.000 tahun.

Meskipun demikian, hingga saat ini laporan dari Direktur Jenderal IAEA, Mariano Grossi, menyatakan tidak ada peningkatan kadar radiasi di luar fasilitas tersebut.

Kesimpulannya, sementara serangan terhadap fasilitas nuklir Iran menimbulkan kekhawatiran, para ahli menekankan bahwa skenario bencana nuklir skala besar seperti Chernobyl atau Fukushima tampaknya dapat dikesampingkan. Namun, perhatian tetap diperlukan terhadap potensi bahaya kimia dan dampak lingkungan jangka panjang, meskipun sejauh ini tidak terdeteksi peningkatan radiasi di luar lokasi kejadian.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *