Seorang suami berinisial H (44) ditangkap polisi karena nekat membakar rumah istrinya di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Peristiwa yang terjadi pada Kamis (5/6) ini dipicu oleh rasa cemburu pelaku yang mengira istrinya menyukai sesama jenis. Insiden ini mengakibatkan tidak hanya rumah korban yang terbakar, tetapi juga dua rumah di sebelahnya.
Kronologi kejadian bermula ketika H mengunjungi rumah istrinya sekitar pukul 08.00 WIB untuk mengantar bubur bagi anaknya yang sedang sakit. Setelah itu, ia pulang. Sekitar pukul 10.30 WIB, H kembali untuk memberikan uang jajan kepada anaknya. Saat itu, istri H menegurnya dengan kata-kata, “Ngapain lo datang ke sini?”. H kemudian diam dan pulang.
Namun, rasa penasaran dan kecurigaan terhadap kedekatan istrinya dengan seorang teman perempuan membuat H kembali sekitar pukul 13.00 WIB. Ia mendapati teman perempuan istrinya sedang berbaring di kamar. Peristiwa ini memicu cekcok mulut antara H dan teman istrinya.
Setelah cekcok tersebut, H pergi ke sebuah warung jamu dan mengonsumsi minuman beralkohol. Sekitar pukul 17.50 WIB, dalam kondisi mabuk, H kembali ke rumah istrinya sambil membawa korek api. Ia menyuruh anaknya untuk menelepon istrinya dan mengancam akan melaporkan istrinya ke ketua RT. Istri H menjawab, “Saya tidak takut,” yang kemudian memancing kemarahan H hingga ia nekat membakar rumah tersebut.
Api yang berkobar dengan cepat merambat ke dua rumah di sampingnya. Setelah melakukan aksi tersebut, H langsung melarikan diri. Polisi berhasil menangkapnya pada Selasa (10/6) di Kembangan, Jakarta Barat. H dijerat dengan Pasal 187 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman pidana paling lama 12 tahun penjara.
Kapolsek Pesanggrahan, AKP Seala Syah Alam, kepada wartawan pada Kamis (12/6) menjelaskan kronologi kejadian secara detail, termasuk pernyataan langsung dari pelaku dan korban yang menjadi kunci pengungkapan kasus ini. Motivasi pelaku yang dilandasi oleh cemburu dan pertengkaran rumah tangga yang telah berlangsung selama kurang lebih satu tahun menjadi latar belakang utama peristiwa ini.
Kasus ini menyoroti pentingnya manajemen emosi dan komunikasi yang sehat dalam hubungan suami-istri. Perselisihan rumah tangga seharusnya diselesaikan melalui jalur yang tepat dan tidak melibatkan tindakan kekerasan atau kriminal yang membahayakan jiwa dan harta benda orang lain. Kejadian ini juga menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk selalu waspada dan menjaga keamanan lingkungan sekitar.
Selain hukuman penjara, H juga dibebankan kewajiban untuk bertanggung jawab atas kerugian materiil yang dialami oleh korban dan para tetangga yang rumahnya ikut terbakar. Proses hukum akan terus berlanjut dan diharapkan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Besaran kerugian materiil yang diakibatkan oleh perbuatan H masih dalam proses penghitungan dan investigasi lebih lanjut dari pihak berwajib.
Kasus ini juga mengingatkan kita akan pentingnya peran serta masyarakat dalam mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jika mengetahui adanya indikasi KDRT atau potensi konflik yang dapat berujung pada tindak kekerasan, segera laporkan kepada pihak berwenang agar dapat dicegah sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. Pencegahan dan penanganan KDRT membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Peristiwa kebakaran ini juga menimbulkan trauma bagi korban dan warga sekitar. Pihak terkait perlu memberikan dukungan psikososial kepada para korban untuk membantu mereka memulihkan diri dari trauma yang dialami. Pemulihan pasca-trauma ini penting untuk keberlangsungan hidup dan kehidupan normal mereka di masa depan.