Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mempertanyakan legal standing para pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Mereka menilai para pemohon tak memiliki hubungan langsung dengan UU yang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang lanjutan pengujian UU TNI ini berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Senin (23/6/2025).
DPR Meragukan Kedudukan Hukum Para Pemohon
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menyampaikan keterangan resmi DPR dalam sidang tersebut. Ia menyatakan DPR berpendapat bahwa para pemohon tidak memiliki pertautan langsung dengan UU Nomor 3 Tahun 2025.
Sebagian besar pemohon berasal dari kalangan mahasiswa, pekerja swasta, dan ibu rumah tangga. Latar belakang mereka, menurut DPR, tidak relevan dengan substansi UU yang diuji.
DPR menekankan bahwa para pemohon bukan TNI aktif, calon prajurit TNI, atau pegawai sipil yang berpotensi dirugikan oleh UU tersebut. Hal ini menjadi dasar pertimbangan DPR dalam mempersoalkan legal standing para pemohon.
Isi Gugatan dan Tanggapan DPR
Lima perkara uji materiil dan formil terhadap UU TNI didaftarkan ke MK dengan nomor 45/PUU-XXIII/2025, 56/PUU-XXIII/2025, 69/PUU-XXIII/2025, 75/PUU-XXIII/2025, dan 81/PUU-XXIII/2025.
Para pemohon, yang berasal dari berbagai latar belakang, antara lain akademisi, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil, menilai proses pembentukan UU TNI tidak transparan dan tertutup. Mereka juga mengkritik beberapa substansi UU, seperti perluasan kewenangan militer dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
DPR, dalam petitumnya, meminta MK menolak seluruh permohonan. Mereka juga meminta MK menyatakan bahwa proses pembentukan UU TNI telah sesuai dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.
Perdebatan Mengenai Legal Standing dan Substansi UU TNI
Agenda sidang tersebut meliputi mendengarkan keterangan resmi dari pemerintah dan DPR. Sidang ini menjadi fokus perhatian publik mengingat kontroversi seputar revisi UU TNI.
Pemohon juga menyoroti pasal yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil. Mereka menilai hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan melemahkan prinsip sipil-militer.
Perdebatan mengenai legal standing para pemohon menjadi poin krusial dalam sidang ini. Keputusan MK nantinya akan menentukan kelanjutan proses uji materi UU TNI.
Permasalahan legal standing dan substansi UU TNI yang diperdebatkan di MK ini menyoroti pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembuatan undang-undang. Proses perumusan UU yang inklusif dan memperhatikan berbagai aspek hukum serta kepentingan masyarakat luas menjadi kunci penting dalam menjaga kualitas peraturan perundang-undangan di Indonesia. Ke depan, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pembuatan dan revisi UU agar lebih responsif dan berorientasi pada kepentingan seluruh warga negara.