Laptop Cegah Learning Loss: Strategi Nadiem Makarim Antisipasi Keterlambatan Belajar

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, tengah menjadi sorotan menyusul penyelidikan Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan. Pengadaan jutaan unit laptop ini, yang dilakukan antara tahun 2019 hingga 2022, ditujukan untuk mencegah learning loss selama pandemi COVID-19. Namun, proses pengadaannya kini menjadi pusat perhatian dan investigasi. Penjelasan Nadiem Makarim terkait program ini menjadi kunci untuk memahami kompleksitas kasus tersebut.

Kasus ini melibatkan dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan, termasuk pemilihan jenis laptop dan proses pengambilan keputusan. Kejaksaan Agung tengah mendalami kemungkinan adanya unsur pemufakatan jahat dalam pengadaan tersebut. Pemahaman mendalam tentang latar belakang pengadaan, tujuan, dan proses pelaksanaannya sangat penting untuk mengurai benang kusut kasus ini.

Pengadaan Laptop Chromebook: Upaya Mitigasi Learning Loss Selama Pandemi

Nadiem Makarim menjelaskan bahwa pengadaan 1,1 juta unit laptop, modem 3G, dan proyektor untuk lebih dari 77 ribu sekolah merupakan langkah mitigasi untuk mencegah learning loss selama pandemi COVID-19. Program ini direncanakan selama empat tahun.

Tujuan utama adalah memastikan kelanjutan pembelajaran bagi para siswa meskipun pembelajaran tatap muka terganggu. Laptop tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi guru dan tenaga kependidikan serta mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).

Nadiem menekankan bahwa program ini bertujuan untuk mengatasi dampak negatif pandemi terhadap pendidikan. Program ini diharapkan dapat meminimalisir hilangnya capaian pembelajaran siswa akibat pembatasan aktivitas belajar di sekolah.

Tuduhan Penggunaan Chromebook yang Tidak Efektif

Kejaksaan Agung mempertanyakan pilihan penggunaan laptop Chromebook, yang menurut mereka tidak efektif. Pengujian 1.000 unit Chromebook oleh Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) Kemendikbudristek pada tahun 2019 menunjukkan hasil yang kurang memuaskan.

Hasil uji coba menunjukkan bahwa Chromebook, yang berbasis internet, kurang efektif di Indonesia karena akses internet yang belum merata. Tim teknis Pustekkom pun merekomendasikan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows.

Kejaksaan Agung menduga adanya perubahan kajian teknis yang mengarah pada penggunaan Chromebook, meskipun telah ada rekomendasi untuk menggunakan sistem operasi Windows. Hal ini menjadi fokus utama penyidikan.

Klarifikasi Nadiem Makarim: Chromebook Bukan untuk Daerah 3T

Nadiem Makarim membantah tuduhan bahwa pengadaan Chromebook ditujukan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Ia menegaskan bahwa program ini menargetkan sekolah-sekolah di daerah dengan akses internet yang memadai.

Ia menjelaskan bahwa Kemendikbudristek telah melakukan kajian komprehensif dan juknis (jurnal teknis) yang jelas mencantumkan persyaratan akses internet. Penggunaan Chromebook di daerah 3T, menurutnya, sama sekali tidak pernah diuji coba selama masa kepemimpinannya.

Nadiem juga menekankan pentingnya perbedaan antara tujuan program dan pelaksanaan di lapangan. Ia berpendapat bahwa adanya dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan program tidak berarti tujuan awal program itu sendiri salah.

Kesimpulannya, kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook ini masih dalam tahap penyelidikan. Penjelasan Nadiem Makarim dan temuan Kejaksaan Agung menunjukkan adanya perbedaan persepsi dan dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan. Proses hukum akan menentukan apakah ada pelanggaran hukum yang terjadi dan siapa yang bertanggung jawab. Kasus ini menjadi pelajaran penting dalam manajemen pengadaan proyek pemerintah dan pengawasan penggunaan anggaran negara. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Pos terkait