Para peneliti dari Weizmann Institute of Science telah menemukan fakta mengejutkan tentang kemampuan tikus. Mereka tidak hanya menggunakan kumisnya (vibrissae) untuk merasakan tekstur, tetapi juga untuk “mendengar” suara ultrasonik yang dihasilkan oleh gesekan kumis tersebut dengan permukaan. Penemuan ini membuka pemahaman baru tentang bagaimana tikus menggabungkan indera peraba dan pendengaran untuk memahami lingkungan sekitarnya. Sistem sensorik multimodal ini jauh lebih kompleks dari yang sebelumnya dipahami.
Kemampuan “mendengar” melalui kumis ini terjadi karena getaran halus yang dihasilkan saat kumis menyapu permukaan seperti daun, kain, atau aluminium foil. Getaran ini menciptakan suara ultrasonik yang terlalu lemah untuk didengar manusia, tetapi tikus mampu mendeteksinya dengan sangat baik. Penelitian ini memberikan wawasan revolusioner tentang kemampuan adaptasi hewan.
Tikus “Mendengar” dengan Kumisnya: Bukti dari Aktivitas Otak
Para peneliti mengamati aktivitas di korteks auditori tikus, bagian otak yang memproses suara. Hasilnya menunjukkan aktivitas yang signifikan setiap kali kumis menyentuh permukaan. Hal yang menarik, aktivitas ini tetap terdeteksi bahkan setelah jalur saraf somatosensorik, yang bertanggung jawab atas sensasi sentuhan, diblokir.
Ini membuktikan bahwa informasi tentang kontak dengan permukaan tidak hanya berasal dari sensasi sentuhan, tetapi juga dari suara ultrasonik yang dihasilkan oleh kumis. Tikus tetap “menyadari” kontak tersebut meskipun tidak merasakannya secara langsung. Suara dari gesekan kumis memberikan informasi yang cukup tentang lingkungan.
Model AI Menguak Rahasia Suara Ultrasonik Kumis Tikus
Untuk memvalidasi temuan mereka, tim peneliti mengembangkan model kecerdasan buatan (AI). Model ini dilatih menggunakan data suara ultrasonik dan rekaman aktivitas otak tikus. Hasilnya luar biasa: model AI mampu mengidentifikasi jenis permukaan hanya berdasarkan pola suara ultrasonik yang dihasilkan oleh kumis.
Kemampuan model AI untuk mengidentifikasi jenis permukaan ini menunjukkan bahwa otak tikus dapat memproses informasi spesifik hanya dari suara yang dihasilkan oleh interaksi fisik kumis dengan objek. Ini adalah bukti kuat dari kemampuan sensorik multimodal yang canggih pada tikus.
Implikasi Penemuan dan Penelitian Lebih Lanjut
Penemuan ini memunculkan pertanyaan baru tentang bagaimana hewan lain, seperti kucing, anjing, musang, dan hewan pengerat lainnya, menggunakan kumis sensitif mereka. Apakah mekanisme “pendengaran” melalui kumis juga berlaku pada spesies lain? Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjawab pertanyaan ini.
Penelitian selanjutnya akan mengeksplorasi kemampuan tikus dalam mengenali suara yang lebih kompleks. Para peneliti juga akan menyelidiki apakah tikus dapat belajar mengenali objek baru hanya melalui suara gesekan kumis. Potensi aplikasi teknologi sensorik biomimetik berdasarkan penemuan ini sangat besar, terutama dalam pengembangan robotika dan perangkat lunak deteksi lingkungan.
Potensi Aplikasi Teknologi Biomimetik
Sistem sensorik yang meniru kemampuan tikus ini dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang. Robot yang dilengkapi dengan sensor yang meniru fungsi kumis tikus akan mampu menavigasi lingkungan dengan lebih baik dan berinteraksi dengan objek dengan lebih presisi.
Perangkat lunak deteksi lingkungan juga dapat ditingkatkan dengan meniru kemampuan tikus untuk mengidentifikasi permukaan berdasarkan suara ultrasonik. Ini dapat menghasilkan sistem yang lebih akurat dan efisien dalam berbagai aplikasi, seperti pemantauan lingkungan atau pencarian dan penyelamatan.
Singkatnya, penemuan ini memberikan wawasan mendalam tentang kompleksitas sistem sensorik hewan dan membuka peluang baru dalam pengembangan teknologi biomimetik. Kemampuan tikus untuk “mendengar” dengan kumisnya sendiri bukan hanya fenomena biologis yang menarik, tetapi juga sumber inspirasi yang berharga bagi inovasi teknologi di masa depan. Penelitian lebih lanjut di bidang ini diprediksi akan terus memberikan temuan-temuan yang mencengangkan dan bermanfaat bagi umat manusia.